5/12/09

KESEJAHTERAAN PRAJURIT ADALAH MUTLAK.....!!

Saya pikir setiap orang yang menyatakan dirinya sebagai WNI setuju dengan pendapat saya di atas. Kesejahteraan rakyat termasuk prajurit TNI sebagai abdi negara di bidang pertahanan adalah mutlak diperlukan.

Kesejahteraan bagi bagi seorang prajurit yang utama adalah latihan. Baik latihan dalam mempertahankan keahlian yang diperoleh atau meningkatkan kemampuannya. Namun alangkah malangnya seorang prajurit ketika dia berkeinginan keras untuk meningkatkan kemampuannya..ternyata kesatuan yang membina dan mendidik mereka menjadi manusia yang lebih berilmu....tega memotong gaji dan uang lauk pauknya. Ini pun jujur saya alami ketika mengenyam pendidikan di sejumlah pusdik TNI baik Darat, Laut dan Udara. Di akhir pendidikan, saya menerima 3 dari 4 bulan gaji (tanpa ULP). Kemanakah gaji yang 1 bulan itu beserta ULP ? jangan ditanya lagi....apalagi lapor kepada CPM....karena bos tertinggi dalam satuan tersebut beserta anggota organik yang terlibat sudah sedemikian terlatih secara sistematis dalam masalah ini. Kita pun sebenarnya bisa memaklumi apabila potongannya tidak seberapa...tapi kalau sampai 1 bulan gaji dan 4 bulan ULP itu namanya MARK UP !! Korupsi !

Seharusnya memang negara- lah (dalam hal ini TNI) yang seharusnya menyediakan penuh semua keperluan prajurit dari A s/d Z dan sebenarnya negara pun telah melakukan kewajibannya. Namun celah dan kontrol yang lemah dari internal TNI, membuat pelaksanaan latihan dan pendidikan berubah menjadi NERAKA BATIN bagi seorang prajurit. Kontrol ini seyogyanya tidak dilakukan oleh internal TNI. Karena pengawasan internal dalam TNI sangat rentan terhadap hubungan atasan - bawahan, senior - junior, mantan atasan dsb.

Bagi mereka yang masih bujang mungkin bisa cuek saja ketika gaji di"hilang"kan begitu saja...(walau tetap sakit hati) tapi bagi yang sudah berkeluarga uang Rp. 100,- pun sangat berharga bagi keluarganya. Maka dari itu, jangan heran karena setelah apel malam bagi prajurit yang punya pengetahuan pas - pasan menjadi tukang ojek bahkan jadi centeng. Yang punya keahlian lain malah bekerja di tempat lain....terutama mereka yang berasal dari pasukan khusus. Itu fakta sampai sekarang. Jangan salahkan dulu tentu. Sebab faktanya, 40 s/d 50 % gaji anggota yang bekerja di luar itu disetor ke kas batalyon. Dengan kata lain, batalyon-lah yang sebenarnya menyalurkan mereka bekerja. Batalyon mempunyai link dengan perusahaan - perusahaan tertentu. Dalih dari Itu semua adalah digunakan untuk keperluan operasional batalyon. Sungguh miskin sekali Republik Ini !!!!!! Ironis !!!

Apapun alasannya, yang patut dipersalahkan adalah komandan tertinggi di satuan tersebut. Alias Dan Yon nya !. Seorang komandan bukan hanya memikirkan bagaimana skill prajurit selalu terjaga dan meningkat namun juga kesejahteraan prajurit dan keluarganya. Banyak komandan yang berhasil dalam TNI sehingga dikenang sepanjang masa...namun bagi mereka yang gagal akan dikenang sebagai perwira pecundang...karena tidak bisa mengayomi para anak buahya.

Permasalahan makanan sering kali mewarnai bentrokan antara anggota batalyon (tamtata dan bintara) VS Perwira (yang dianggap pro Dan Yon). Yon Arhanudri 1, Yonif 509 dan Yonif 515 pernah mengalami hal ini. Baru - baru ini menimpa Yonif 751 di Sentani Papua. Yang lebih parah adalah di Den Rudal Cikupa. Ketika makan siang, seorang prajurit menembaki rekannya..banyak korban luka dan tewas. Begitupun pada pembayatan anggota baru YON IPAM yang kabarnya "lebih parah" daripada pendidikan IPAM itu sendiri...makanan yang tak sebanding dengan energi dan ULP yang dikeluarkan membuat prajurit menjadi kalap. Bagaimana bisa berlatih dengan baik kalau logistiknya tidak dipenuhi ?

Mulai dari pendidikan pembentukan sebenarnya sudah tidak ada yang gratis !! semua bayar....mulai kaporlap sampai kadang nyogok latihan. (latihan kering istilahnya)...ada petugas penagihan yang membuat bon setiap bulan agar dibayar....aneh bukan? padahal untuk level siswa calon tamtama dan bintara...pada 3 bulan pertama tidak diperbolehkan membawa uang. Bisa anda bayangkan kalau yang secata dan secaba selama 6 bulan saja tagihannya mencapai jutaan rupiah...lantas bagaimana dengan para taruna yang menempuh pendidikan selama 3 tahun ? tentu hanya Tuhan YME yang mempunyai jalan untuk menyelamatkan para taruna yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Saya berharap Presiden RI sebagai seorang Jenderal dan panglima tertinggi TNI sangat memperhatikan hal ini. Saya percaya, beliau sebagai sesama Prajurit mempunyai keinginan untuk membangun TNI yang modern, tangguh dan profesional di masa depan. Namun sebaiknya sistem pengawasan terutama yang menyangkut kesejahteraan prajurit harus diperketat.
Tulisan dalam blog ini bukanlah tulisan cengeng dan mengharap belas kasihan !!! tidak sama sekali.....!!!! tulisan - tulisan di blog saya adalah bahan renungan bagi kita semua untuk memajukan TNI yang kita cintai...dan memberangus praktek - praktek menyimpang yang saat ini sangat biasa terjadi dalam lingkugan militer yang seharusnya steril dari kepentigan2 tertentu.......lebih baik mati bersimbah darah dalam pertempuran daripada hidup enak diatas penderitaan para prajurit yang haknya dirampas....!!!!!