Tentara juga manusia ! punya rasa, hati dan naluri......bukan robot mesin perang yang hanya menerima perintah "kill or to be killed" ...Kolonel Adjie Suradji adalah sedikit dari sejumlah Perwira yang bernurani serta mampu dan sanggup menunjukkan bahwa prajurit sejati adalah prajurit sempurna yang mampu bersuara dan peka terhadap semua di sekelilingnya. Mana Perwira lainnya yang punya keberanian seperti itu ? Ada... tapi sudah almarhum : Letjen Agus Wirahadikusumah.
Entahlah apa arti kesejahteraan bagi para pemimpin negeri ini....katanya kesejahteraan prajurit adalah yang utama, tapi banyak batalyon jadi pengangguran karena minimnya dana untuk latihan bahkan ada batalyon yang sama sekali tidak punya tempat latihan. Suatu bencana bagi TNI yang seharusnya didesain sebagai tentara yang kuat, besar dan profesional karena harus mampu menjaga kawasan paling strategis di dunia. Kalau memang tidak ada korupsi dalam tubuh TNI terutama, kenapa terjadi kejadian di Batalyon 515 /Kostrad? Kenapa terjadi kasus di Sentani? Ini adalah contoh nyata yang ditutupi selama ini. Presiden kita adalah seorang Jenderal yang lahir dari KOSTRAD dan pernah menjalani beberapa pelatihan khusus, namun kenapa beliau dianggap "kurang peka" terhadap nasib prajurit dan kasus - kasus korupsi? Bagaimana bisa...lah antara lain karena TNI tidak ada dalam tubuh KPK. Yang bisa menyidik tentara ya tentara. Karena militer punya hukum sendiri walaupun dalam beberapa kasus, tunduk kepada hukum umum. KPK tidak punya akses dan wewenang menembus organisasi TNI.
Dan terus terang banyak pertanyaan menggelayut atas kasus Aulia Pohan.................begitu mudahnya kah ?.............
Modus operandi korupsi dalam tubuh tentara, banyak didapati dengan mudah di batalyon. sangat mudah..........Dengan memotong uang lauk pauk dan berbagai pungutan liar lainnya sehingga prajurit banyak yang jadi kekurangan karena gajinya dipotong ! Tak hanya prajurit yang menderita, namun juga istri dan anak - anaknya. Sebagian bahkan "dikaryakan" untuk menutupi kebutuhan hidup dengan menyetor sebagian hasil kerja mereka ke batalyon. Cuti selama 10 hari bisa dibayar dengan uang Rp. 300.000,-. Dengan bebas, mereka berkeliaran di jalanan jadi tukang ojek bahkan preman pasar , centeng para bos perusahaan bahkan anggota DPR. Sala siapakah ini? apakah salah seseorang bertahan demi naluri hidup dan keluarganya?
Seorang komandan yang baik pasti akan memikirkan anak buahnya. Bagaimana mereka menjadi profesional dan mempunyai penghasilan yang layak. Otomatis ini sangat berpengaruh pada pendidikan dan latar belakang komandan yang bersangkutan saat menjadi tentara. Kalau dia nyogok bisa dipastikan yang terjadi malah sebaliknya. Kasus penyuapan dan "jatah-jatahan" anak petinggi memang harus diakui sangat kental pada penerimaan prajurit TNI disemua level. Hanya beberapa orang saja yang beruntung masuk tanpa menyogok. Ini rahasia umum. Penerimaan prajurit yang tidak benar inilah sebenarnya pangkal dari semuanya.....bagaimana mau menjadi profesional kalau pikirannya harus balik modal ?
Salam Merah Putih.......
Kami rela mati mati untuk negeri ini...namun biarkan anak - anak kami hidup lebih lama untuk melihat Indonesia lebih baik di kemudian hari..........